Selasa, 05 Januari 2016

Perceraian Bagus untuk Kesehatan Pria?

Sebuah penelitian yang dipublikasikan pada American Journal of Epidemiology, yang menyangkut sekitar 9.000 pria dan wanita di atas usia 45 tahun selama 8 tahun mencatat bahwa pria yang bercerai justru punya gaya hidup sehat, sementara wanita bercerai kebalikannya.

Dalam penelitian tersebut, para responden diminta mengikuti tes olahraga di atas treadmill pada waktu-waktu tertentu untuk mengukur kesehatan mereka sambil ditanyakan status hubungan mereka sepanjang studi.

"Ada peningkatan level kebugaran pria yang signifikan saat ia selesai menjalani proses perceraian. Sebaliknya, pada perempuan yang bercerai, level kebugarannya justru menurun," begitu laporan yang ditulis oleh para peneliti di The Karolinska Institute di Stockholm.

Diperkirakan, hal ini terjadi karena ada tekanan sosial bagi para pria yang tidak berada dalam lembaga pernikahan untuk menjaga kebugarannya supaya terus tampak menarik guna mendapatkan pasangan. Alhasil, saat mereka tanpa pasangan, mereka berusaha sebisa mungkin menjaga kebugarannya, bisa dengan banyak berolahraga di gym, mengikuti aktivitas outdoor, dan sebagainya. Sementara itu, para pria yang berada dalam lembaga pernikahan tak harus bersusah payah mempertahankan kebugarannya, setidaknya cuma perlu menjaga sekadarnya.

Para peneliti memperkirakan bahwa perbedaan di antara kedua gender ini bisa jadi terjadi karena tingkat kemenarikan perempuan tak dinilai lewat level kebugaran atau kekuatannya, tetapi lebih ke hal-hal lain, misalnya, rasio pinggang yang kecil.

Studi-studi yang lebih terkenal memang mengutarakan bahwa perpisahan atau hubungan yang gagal bisa berpengaruh buruk terhadap kesehatan seseorang. Sementara itu, studi yang dilakukan di Amerika Serikat tahun lalu menemukan bahwa individu yang bercerai sebanyak 20 persennya mengalami sakit kronis ketimbang yang belum pernah menikah. Hal ini bisa ditangkal oleh para pria yang bercerai dengan menjaga kebugarannya lewat banyak berolahraga itu.

PERCERAIAN mungkin akan meninggalkan beberapa luka mendalam bagi setiap orang yang mengalaminya. Namun dampaknya sendiri ternyata bisa lebih dari itu karena dapat menyebabkan masalah kesehatan yang nyata bagi seseorang.

Sebuah penelitian menemukan, mereka yang perkawinannya berakhir dapat menimbulkan risiko kematian yang lebih tinggi. Selain itu, perceraian juga menyebabkan seseorang mengarah kepada penyalahgunaan zat-zat adiktif, depresi dan kurang dukungan sosial.

Para peneliti mencoba merujuk laki-laki yang mengalami perceraian kepada dokter untuk dilakukan terapis. Kemudian mereka mengatakan, banyak pekerjaan yang harus dikerjakan untuk menyelidiki efek merusak dari perceraian terhadap kesehatan.

Lebih lanjut, peneliti di Amerika mengatakan bahwa pria yang bercerai memiliki 39 persen risiko lebih tinggi untuk bunuh diri dibandingkan rekan-rekan mereka yang menikah. Selain itu, menurut para peneliti, sebagian besar dari mereka lebih mungkin untuk terlibat dalam perilaku yang berisiko buruk terhadap kesehatannya.

Penelitian ini sendiri berpusat pada seorang berusia 45 tahun yang mengalami perceraian. Ia mengunjungi dokter untuk pertama kalinya setelah 10 tahun mengeluh mengalami sulit tidur dan sakit perut terus-menerus. Kemudian, pria tersebut mengungkapkan dirinya minum sampai 6 kaleng bir dalam sehari dan sulit menemui anak-anaknya.

Para peneliti melaporkan kondisi fisik manusia seperti terlihat biasa-biasa saja namun memiliki hati yang sedikit membesar dan menjadi agak kelebihan berat badan. Peneliti mengatakan hal tersebut bukan karena penyakit fisik ringan, namun berlanjut sampai kecemasan dan stres yang berhubungan dengan perceraiannya.

Sementara, Profesor Ridwan Shabsigh dari Cornell University, AS dan International Society of Men Health mengatakan, persepsi populer yang diciptakan budaya dan media adalah pria ditampilkan sebagai sosok yang tangguh, ulet, dan kurang rentan terhadap trauma psikologis dibanding wanita.

Namun, faktanya adalah pria terpengaruh secara substansial oleh trauma psikologis dan aktivitas kehidupan yang negatif seperti perceraian, kebangkrutan dan kematian. Penelitian lebih lanjut sangat dibutuhkan untuk menyelidiki prevalensi dan dampak dari efek tersebut serta pedoman pengobatannya.

Perceraian ternyata tak hanya berefek buruk bagi kesehatan mental dan emosi, tapi juga fisik seseorang. Kondisi ini tidak cuma rentan dialami wanita, tapi juga pria.

Sebuah riset di Amerika mengatakan, pria yang hidup single atau mengalami perceraian, berpeluang 39 persen lebih tinggi mengalami kematian dini. Angka ini dibandingkan dengan pria yang ada dalam ikatan pernikahan.

Kondisi ini mungkin disebabkan pria yang hidup single lebih berpeluang menjalankan gaya hidup atau perilaku seks berisiko. Perilaku ini lambat laun mengancam kesehatan fisik dan mentalnya.
Sebuah studi kasus oleh Dr. Daniel Felix dari University of Nebraska dan dimuat dalam Journal of Men's Health mengungkapkan pentingnya para dokter untuk mengenali problem kesehatan kaum pria yang dipicu oleh perceraian.
Riset ini merupakan kajian terhadap kasus yang dialami seorang responden pria berkulit putih usia 45 tahun yang bertahan dari perceraian.

Setelah perceraian, pria ini mengunjungi dokter keluarga setelah 10 tahun tidak memeriksakan diri. Ia datang dengan keluhan pola tidur buruk, dan masalah perut yang tidak kunjung tuntas. Pria ini juga melaporkan keranjingan minum bir dan mulai membenci pekerjaannya. Sebagai karyawan level menengah di sebuah bank lokal, pria ini mulai terganggu dengan atasan dan teman-temannya.

Sehubungan dengan perceraian yang dialami, pria ini juga melaporkan keterbatasan akses yang dialami dalam menemui anak-anaknya. Padahal, ia  sangat membutuhkan dukungan anak-anaknya. Pria ini juga mengeluhkan mantan istrinya yang seolah menjauhkan ia dari semua teman-teman yang dimiliki saat masih menjadi pasangan.

Peneliti melaporkan, kondisi fisik pria ini tampak biasa saja meski pun ia mengalami sedikit pembengkakan pada liver dan tubuhnya yang kegemukan.  Namun sebaliknya, peneliti mengaitkan kondisi penyakit yang dialami pria ini dengan gejala depresi yang berlanjut dengan kecemasan dan stres akibat perceraian.
Peneliti menyarankan para dokter untuk melakukan pengobatan pada gejala-gejala psikologis akibat perceraian, dan bukannya merekomendasikan perbaikan nutrisi, olahraga, dan pola tidur. Para pria korban perceraian juga wajib mengikuti program terapi kecanduan alkohol dan zat terlarang. Selain itu, mereka juga harus mendapat rujukan dari tenaga medis untuk berobat para konselor, profesional kesehatan jiwa, atau kelompok dukungan perceraian.

Peneliti menyarankan perlunya penelitian lebih lanjut guna melihat dampak perceraian bagi kesehatan pria. Professor Ridwan Shabsigh dari Cornell University, Amerika Serikat mengatakan, temuan ini menjadi dasar penyusunan diagnosa dan panduan terapi kesehatan bagi para pria korban perceraian.

Riset ini sekaligus membuka sisi lain pria, yang sering dikesankan sebagai sosok kuat, tabah, dan lebih kebal pada trauma dibanding wanita.

"Faktanya, pria sangat terpengaruh dengan trauma psikologis dan peristiwa buruk dalam kehidupan seperti perceraian, kebangkrutan, perang, dan kematian. Penelitian segera sangat dibutuhkan untuk menyelidiki prevelensi dan dampak perceraian bagi kesehatan pria,"

Bukan hanya rasa sedih yang mendalam, tetapi ternyata ada banyak dampak buruk bagi kesehatan akibat sebuah perceraian.

  • Insomnia
Perasaan kaget setelah berpisah bisa membuat jadwal tidur menjadi kacau. Hal itu disebabkan oleh percobaan diri sendiri dalam melakukan rutinitas sehari-hari namun tanpa ditemani pasangan.

  • Melemahnya sistem imun
Stres memberi dampak tidak langsung bagi tubuh. Sehingga sistem kekebalan tubuh menurun fungsinya. Orang-orang yang bercerai pun cenderung lebih mudah terserang penyakit.

  • Sindrom metabolisme
Kombinasi meningkatnya tekanan darah, kadar gula, dan lemak di sekitar perut disebut dengan sindrom metabolisme. Semua gejala itu muncul setelah seseorang bercerai dari pasangannya.

  • Penyakit jantung
Sebuah penelitian menyebutkan perceraian memberi dampak buruk bagi kesehatan jantung. Menurut para ahli, bercerai mampu meningkatkan risiko penyakit jantung seseorang menjadi 20 persen.

  • Peningkatan berat badan
Rasa depresi mempengaruhi emosi dan pola makan seseorang setelah bercerai. Setelah beberapa lama, tanpa disadari orang yang bercerai akan meningkatkan berat badannya secara drastis.

  • Malas olahraga
Keinginan berolahraga juga berhenti begitu saja setelah bercerai. Sebab rasa stres membuat seseorang terlalu lelah sehingga tidak memiliki keinginan untuk melakukan aktivitas fisik.

  • Masalah bergerak
Kedengarannya cukup aneh, namun peneliti dari University of Chicago menemukan orang-orang yang bercerai 23 persen lebih susah naik loteng atau berjalan dalam jarak dekat. Mereka menduga hal itu disebabkan oleh rasa cemas yang berlebihan dan berujung pada masalah menggerakkan tubuh.

  • Perubahan suasana hati
Pihak National Institute of Mental Health menjelaskan perceraian membuat seseorang stres dan mengubah kinerja hormon. Akibatnya suasana hati mudah berubah dan membuat seseorang menjadi temperamental.
Lantas bagaimana cara untuk menghindari kedelapan masalah tersebut di atas setelah bercerai? Ternyata, seseorang hanya perlu membangun persahabatan baru dan meningkatkan rasa tabah mereka. Meskipun terdengar sulit, jika mau berusaha, semua hal itu bisa diatasi dengan mudah.

1 komentar:


  1. Water flows from a high place to a lower place. If the water that fell from a height
    judi togel singapura terbesar

    BalasHapus